JAKARTA, GoBanten.com - Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (KOPRI) Pengurus Koordinator Cabang (PKC) Jawa Barat mengecam keras pernyataan anggota DPR RI Rieke Diah Pitaloka yang menuding adanya praktik “eksploitasi anak” di lingkungan pesantren.
Unggahan Rieke di akun Instagram pribadinya, yang kini telah dihapus, dinilai menyesatkan dan berpotensi menstigma lembaga pendidikan Islam.
Ketua KOPRI PKC PMII Jawa Barat, Anisa Nurhopipah Disastra, menyebut pernyataan tersebut keliru baik secara hukum maupun secara moral.
“Santri bukan buruh, pesantren bukan korporasi. Hubungan di antara keduanya adalah pendidikan dan pengabdian, bukan eksploitasi,” tegas Anisa di Bandung, Rabu (15/10/2025).
Menurutnya, tudingan eksploitasi anak tidak memenuhi unsur hukum yang diatur dalam undang-undang. Dalam pesantren tidak ada relasi kerja, paksaan, maupun motif ekonomi—melainkan proses pembelajaran dan pembentukan karakter sebagaimana diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.
Kegiatan santri seperti menjaga kebersihan, memperbaiki fasilitas, atau membantu kegiatan pesantren, lanjut Anisa, merupakan bagian dari pendidikan moral dan tanggung jawab sosial.
“Nilai khidmah di pesantren adalah pendidikan jiwa, bukan kerja paksa. Jika semua bentuk kerja sukarela dianggap perbudakan, maka gotong royong pun akan kehilangan maknanya,” ujarnya.
Anisa juga menilai analogi Rieke yang menyebut “ini bukan zaman perang” sebagai kesalahan berpikir hukum. Ia menegaskan, analoginya salah dan berbahaya karena memperluas makna delik secara keliru.
Lebih jauh, ia menegaskan bahwa tragedi robohnya musala Al Khoziny di Sidoarjo merupakan musibah teknis, bukan akibat eksploitasi santri. Tanggung jawab, kata dia, seharusnya dilihat dari sisi pengawasan bangunan sesuai UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
“Islam menolak perbudakan, tapi mendidik melalui pengabdian. Nilai keikhlasan santri adalah inti dari moral bangsa,” tambahnya.
Anisa pun menyerukan agar pejabat publik berhati-hati dalam menyampaikan kritik, terutama terkait lembaga keagamaan.
“Santri bukan diperbudak, mereka justru sedang ditempa untuk memerdekakan diri dari kebodohan dan ketidakadilan,” tutupnya.
Editor : Sondang