Jakarta, GoBanten.com - Selasa sore itu, 22 April 2025, langit Jakarta tampak cerah, namun suasana di sebuah ruang rapat di Jakarta Pusat justru mulai memanas. Di sana, mantan Presiden RI Joko Widodo menggelar pertemuan tertutup bersama tim kuasa hukumnya. Agendanya tak main-main, membahas langkah hukum atas tuduhan ijazah palsu yang kembali menghantam dirinya di penghujung masa jabatan.
Pertemuan dipimpin langsung oleh Yakup Putra Hasibuan, sosok pengacara muda yang belakangan kerap tampil membela Jokowi di hadapan publik. Di hadapan awak media setelah pertemuan, Yakup mengungkapkan bahwa timnya sudah mengantongi empat nama yang siap dilaporkan ke pihak berwajib.
“Kami sudah melengkapi semua dokumen dan bukti,” ujarnya serius. “Ada dugaan kuat tindak pidana di sini, meskipun sifatnya masih sementara dan bisa berkembang.”
Namun ketika ditanya siapa saja nama-nama yang dimaksud, Yakup enggan memberi bocoran. “Tunggu saja. Kami hanya menunggu instruksi dari Pak Jokowi,” lanjutnya. Yang jelas, kata dia, pelaporan ini bukan sekadar reaksi emosional, tetapi langkah hukum yang telah dikaji matang.
Roy Suryo, Ini Hasil Kajian Ilmiah
Di sisi lain, suara yang mempersoalkan keaslian dokumen akademik Jokowi belum juga surut. Salah satu yang paling vokal adalah Roy Suryo, pakar telematika sekaligus mantan Menteri Pemuda dan Olahraga. Ia menyebut bahwa semua pernyataan yang ia sampaikan terkait ijazah Jokowi merupakan hasil kajian ilmiah.
“Skripsi itu saya teliti langsung dari dokumen yang diberikan pihak UGM pada 15 April lalu,” ungkap Roy kepada wartawan.
Namun, ada satu hal yang menurutnya masih jadi ganjalan besar, ijazah Jokowi, hingga kini, belum pernah dibuka secara transparan kepada publik. “Ijazah itu pernah ditunjukkan ke wartawan, tapi tak boleh difoto. Itu jadi pertanyaan besar,” katanya.
Roy pun mengingatkan bahwa dalam iklim demokrasi, kritik berbasis data seharusnya tidak dibungkam dengan pasal-pasal represif. Ia merujuk pada penggunaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang menurutnya rawan digunakan untuk membungkam suara kritis.
“Biarkan proses ini berjalan secara adil dan transparan,” tegasnya. “Publik berhak tahu, dan semua pihak punya hak bicara selama itu dalam koridor ilmiah.”(*)
Editor : Roby