Jakarta, Gobanten.com – Sengketa hak cipta di dunia musik Tanah Air kembali mencuat dan menjadi sorotan banyak pihak. Menanggapi hal ini, anggota Komisi XIII DPR RI dari Fraksi PKB, Mafirion, mengungkapkan bahwa DPR akan membentuk Panitia Kerja (Panja) Hak Cipta untuk memperkuat perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual para musisi.
"Pengawasan hak cipta di Indonesia masih lemah, sehingga banyak kasus pelanggaran yang terus terjadi. Selain itu, UU Nomor 28/2014 tentang Hak Cipta masih sering disalahartikan, sehingga memicu perdebatan di kalangan musisi," ujar Mafirion, Selasa (18/3).
Salah satu contoh kasus yang mencuat adalah perseteruan antara penyanyi Agnez Mo dan pencipta lagu Ari Bias. Ari mengklaim bahwa Agnez Mo membawakan lagunya tanpa izin, sementara Agnez berpendapat sudah memenuhi kewajibannya melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Meski pengadilan telah mengeluarkan putusan, perdebatan tetap berlanjut di kalangan publik dan industri musik.
Konflik ini bermula ketika Ari Bias melaporkan Agnez Mo ke Bareskrim Polri atas dugaan pelanggaran hak cipta. Kasus tersebut kemudian berlanjut ke Pengadilan Niaga, yang akhirnya menyatakan Agnez bersalah.
Dalam putusan bernomor 92/PDT.SUS-HKI/CIPTA/2024/PN Niaga JKT.PST pada Kamis (30/1/2025), hakim memutuskan bahwa Agnez Mo melanggar Pasal 9 ayat 2 dan 3 UU Nomor 28 Tahun 2014 karena menyanyikan lagu ‘Bilang Saja’ tanpa izin dalam tiga konser komersial.
Akibatnya, Agnez harus membayar ganti rugi sebesar Rp1,5 miliar kepada Ari Bias. Putusan ini menandai akhir dari sengketa hukum yang telah berlangsung sejak 11 September 2024.
Mafirion menjelaskan bahwa perlindungan hak kekayaan intelektual di Indonesia sebenarnya telah ada sejak era kolonial. Undang-undang pertama di bidang ini diperkenalkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada 1844.
Setelahnya, Belanda juga mengundangkan UU Paten (1910) dan UU Hak Cipta (1912). Setelah Indonesia merdeka, regulasi ini terus diperbarui, salah satunya dengan disahkannya UU No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang kemudian diperbarui menjadi UU Nomor 28 Tahun 2014.
Sebagai upaya perbaikan, DPR akan membentuk Panja Hak Cipta untuk bekerja sama dengan Kementerian Hukum dalam merancang aturan yang lebih jelas dan adil bagi para musisi. Mafirion menegaskan bahwa perubahan aturan harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan sengketa baru di tengah masyarakat.
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya peningkatan pengawasan dalam perlindungan hak cipta. "Aparat hukum harus memahami betapa pentingnya hak cipta dan memastikan perlindungan ini berjalan dengan baik," tutupnya.**
Editor : Roby