Tangsel, GoBanten.com - Pemerintah Kota Tangerang Selatan memastikan tak akan memberikan bantuan hukum kepada Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Wahyunoto Lukman yang kini resmi jadi tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengelolaan dan pengangkutan sampah senilai Rp75,9 miliar.
“Untuk perkara pidana, Pemkot Tangsel tidak dapat memberikan bantuan hukum kepada yang bersangkutan,” tegas Wali Kota Benyamin Davnie, dikutip dari Radarbanten.co.id, Selasa (15/4).
Benyamin mengaku sejak awal telah mewanti-wanti bawahannya untuk tidak bermain-main dengan praktik korupsi. Ia mengatakan bahwa pelanggaran hukum lambat laun pasti terbongkar.
“Saya sudah berulang kali menyampaikan untuk selalu mematuhi dan menjadikan aturan sebagai pedoman. Jangan sampai melanggar aturan, karena kalau kita melanggar, maka kitalah yang akan 'ditabrak' oleh aturan tersebut,” ucapnya.
Benyamin menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten dan percaya penanganan kasus ini akan dilakukan secara tuntas. Ia pun berharap Wahyunoto bisa menghadapi proses hukum dengan sabar.
“Sekali lagi, saya serahkan sepenuhnya kepada proses hukum. Saya berharap bisa bersabar dalam menjalani proses ini,” ujarnya.
Terkait kekosongan jabatan Kadis LH, Benyamin menyebut akan menunjuk pelaksana tugas (Plt) setelah menerima surat resmi dari Kejati Banten. “Setelah saya menerima surat penetapan tersangka dari Kejati Banten, akan kita segera tetapkan Plt Kadis LH,” jelasnya.
Di sisi lain, penyidikan oleh Kejati Banten menemukan bahwa proyek yang semestinya dikerjakan oleh PT Ella Pratama Perkasa (EPP) malah dialihkan ke sejumlah pihak lain, padahal perusahaan tersebut telah menerima pembayaran lebih dari Rp75 miliar.
“Faktanya pekerjaan pengangkutan dan pengelolaan sampah dialihkan kepada pihak lain yaitu antara lain PT OKE, PT BKO, PT MSR, PT WWT, PT ADH, PT SKS dan CV BSIR,” ungkap Kasi Penkum Kejati Banten, Rangga Adekresna.
Rangga menjelaskan, Sukron Yuliadi Mufti selaku Direktur Utama PT EPP diduga bersekongkol dengan Wahyunoto agar proyek tersebut dikerjakan oleh perusahaannya. Namun ternyata PT EPP tidak menjalankan tanggung jawab sesuai kontrak, dan hal itu melanggar beberapa peraturan pemerintah terkait pengelolaan sampah rumah tangga.
Kini, baik Sukron maupun Wahyunoto sama-sama harus menghadapi proses hukum atas dugaan keterlibatan mereka dalam kasus korupsi yang menyedot perhatian publik ini.(*)
Editor : Roby