Peringatan Hari Buruh Internasional atau Mayday pada 1 Mei 2025 dipastikan akan berlangsung istimewa. Ribuan buruh dari berbagai penjuru akan memadati area Monas, Jakarta, dan kehadiran Presiden Prabowo Subianto menambah semangat perjuangan mereka.
Jakarta, GoBanten.com - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan memimpin jalannya aksi Mayday 2025 di Monas. Dalam momen ini, mereka mengusung enam isu utama yang menjadi fokus perjuangan, mulai dari penghapusan outsourcing, pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT), hingga perlindungan hak-hak buruh dalam revisi undang-undang ketenagakerjaan.
Baca juga: Aksi May Day, Pola Metro Jaya: Rekayasa Lalu Lintas Diberlakukan Tanpa Penutupan Jalan
Isu lainnya yang juga akan dibawa adalah tuntutan untuk mewujudkan upah layak bagi seluruh pekerja, percepatan pengesahan RUU Perampasan Aset, serta pembentukan Satuan Tugas (Satgas) PHK guna mengantisipasi dan mencegah pemutusan hubungan kerja massal.
Presiden Federasi Serikat Pekerja ASPEK Indonesia (FSP ASPEK Indonesia), Abdul Gofur, menekankan pentingnya isu upah layak yang selama ini menjadi perhatian serius. Ia menilai, kebijakan pengupahan di Indonesia masih terbatas pada upah minimum di tingkat provinsi, kabupaten, maupun kota, padahal buruh berkontribusi besar dalam pembangunan bangsa.
“Atas dasar itu FSP ASPEK Indonesia menganggap Mayday tahun 2025 momen yang tepat untuk kaum buruh mulai fokus menuntut upah layak, bukan upah minimum,” kata Abdul Gofur di Jakarta, Minggu, (27/4).
Selain enam isu utama, Gofur menambahkan, FSP ASPEK Indonesia juga akan membawa tuntutan khusus terkait penghapusan sistem kemitraan di PT Pos Indonesia, yang dinilai merugikan pekerja. Menurutnya, sistem kemitraan ini tidak berbeda jauh dengan bentuk perbudakan modern dan jelas melanggar ketentuan undang-undang ketenagakerjaan.
Gofur menyatakan bahwa ia akan langsung menyampaikan hal ini kepada Presiden Prabowo. Ia menilai, hak-hak normatif yang semestinya diberikan kepada pekerja, seperti hak libur, jaminan sosial BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, serta upah yang layak, banyak diabaikan. Bahkan, pekerja yang berstatus kemitraan tidak menerima Tunjangan Hari Raya (THR) dan upah mereka jauh di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) atau Kabupaten/Kota (UMK).
"Jika perusahaan negara diberikan kebebasan untuk melanggar undang-undang, bagaimana mungkin perusahaan swasta akan tertib menjalankan regulasi Negara,” tegas Gofur. Ia juga mengkritisi sistem kerja yang memberatkan ini sebagai tidak manusiawi karena hanya memberlakukan kewajiban kerja dan sanksi, tanpa disertai perlindungan hak-hak dasar pekerja.
Momen Mayday 2025 diyakini Gofur sebagai saat yang tepat untuk mendorong perubahan regulasi ketenagakerjaan yang lebih adil. Ia optimistis, Presiden Prabowo akan merespons aspirasi buruh, mengingat selama ini dalam berbagai pidatonya Prabowo menyatakan komitmennya untuk membela rakyat kecil.
"Kami sangat yakin Presiden RI Bapak Prabowo Subianto akan mendengar dan mewujudkan permintaan kami untuk hapuskan sistem kemitraan di PT Pos Indonesia, karena berulang kali saat berpidato, Prabowo Subianto menyampaikan secara tegas beliau tidak rela dan tidak mau melihat rakyatnya menderita, para pekerja yang notabene anak-anak bangsa sengsara karena sistem kerja yang merugikan para pekerja," ucapnya.
Lebih jauh, Gofur berharap Mayday tahun ini bisa menjadi momentum nyata bagi buruh untuk memperjuangkan kesejahteraan dan menegakkan keadilan di dunia kerja, dengan dukungan langsung dari Presiden Prabowo Subianto.(*)
Editor : Roby